17 Feb 2010

INDONESIAN....WOOD

Sebagai orang Indonesia saya cukup bangga dengan perkembangan dunia film Indonesia pada saat ini. Banyak film bagus dan bermutu yang dibuat di Indonesia oleh orang Indonesia yang memang memiliki kreativitas tinggi yang tidak kalah dengan para pembuat film di luar negeri.

Sebut saja film-film seperti PASIR BERBISIK, PETUALANGAN SHERINA, ADA ADA DENGAN CINTA, GIE, dan yang paling fenomenal LASKAR PELANGI yang mencatat jumlah penonton yang paling fantastis sepanjang sejarah perfilm-an Indonesia yaitu 4,6 juta penonton. 

LASKAR PELANGI, cerita yang diangkat dari novel laris karya ANDREA HIRATA yang sekaligus merupakan kisah nyata masa kecil sang penulis dan pengalamannya bersekolah di sekolah yang nyaris roboh di daerah pedalaman  BALITONG, pulau kaya akan TIMAH dan pantai-pantainya yang cantik di  suatu sudut Sumatera namun menyimpan  begitu banyak kisah sedih dan haru (sekaligus lucu) dari hidup seorang ANDREA HIRATA kecil yang diwakili sosok anak lelaki kecil  berambut keriting bernama Ikal. 

LASKAR PELANGI (yang memenangi banyak sekali penghargaan di berbagai festival film di seluruh dunia) memikat dan menginspirasi begitu banyak orang dengan para tokoh yang bermain didalamnya. Pengabdian tulus ibu guru Muslimah dan juga anak-anak miskin (tapi pintar) seperti Lintang yang tinggal didaerah pedalaman yang harus bersepeda menempuh jarak 40 km sekali jalan (setiap hari) dan harus berurusan dengan buaya, mampu membuka mata anak-anak kota yang dimanjakan berbagai fasilitas dan kemudahan oleh orangtua mereka.

Selain LASKAR, banyak film bermutu lainnya yang sayangnya tidak sesukses (atau seberuntung) LASKAR PELANGI. Sebut saja film RUMAH MAIDA, JAMILAH DAN SANG PRESIDEN, dan EMAK INGIN NAIK HAJI yang saat media preview menuai banyak sekali pujian dari kalangan media yang memang sangat kritis. EINH, karya ADITYA GUMAY mendapatkan pujian dan acungan jempol hampir disemua aspek dari film yang berbudget rendah tersebut. EINH yang dirilis bertepatan dengan momen ibadah haji saat umat muslim yang mampu sedang menunaikan rukun islam yang ke lima tersebut. 

Sayang, EINH yang meskipun menuai banyak pujian tidak mampu melawan faktor X yang terkadang menjadi batu sandungan di jalan sukses film-film semacam EINH. Faktor X yang membuat sang sutradara sibuk bagaimana caranya film bagus itu tidak lengser sebelum waktunya dari bioskop-bioskop. Tapi kenyataan berkata lain. EINH yang diajungi banyak jempol oleh media ditonton oleh kurang dari 200.000 selama masa penayangannya di bioskop. EINH terpaksa lengser dari bioskop saat para jemaah haji belum sempat menonton karena belum kembali dari Tanah Suci. EINH kalah bersaing dengan si faktor X yang berjudul 2012 yang jujur saja cuma menang di efek yang idenya masih sama dengan film-film sejenis seperti DEEP IMPACT dan INDEPENDENCE DAY. Malah menurut saya pribadi, DI dan ID masih lebih bagus dari 2012 dilihat dari ceritanya.

Untungnya saya nggak terbawa hawa napsu dan ikut mengantri seperti teman-teman saya yang lain yang akhirnya pada ngomel karena 2012 tidak seperti apa yang mereka harapkan. Tapi ngomong-ngomong tentang napsu, akhir-akhir ini saya memang nggak terlalu bernapsu nonton (apalagi sampai harus ngantri) film-film luar. Makin hari saya merasa bahwa film Indonesia nggak kalah kok dengan film-film bule. Yah tentunya diluar film-film horor dengan judul-judul aneh yang juga marak dibuat.
Bukannya nggak mungkin Indonesia punya (atau jadi) pusat perfilm-an di Asia seperti India dengan BOLLYWOOD-nya. Saya yakin dan percaya dengan bakat-bakat yang ada dan mental hanya menghasilkan film bermutu yang tidak semata-mata menghabiskan dana besar-besaran (tapi film-nya biasa-biasa saja dan cenderung mengecewakan) suatu hari nanti akan ada HOLLYWOOD versi Indonesia yang jauh lebih gemerlap dari HOLLYWOOD atau BOLLYWOOD atau WOOD-WOOD yang lain. Toh Indonesia punya banyak hutan yang tentunya banyak sekali wood disana alias kayu........

25 Nov 2009

A STORY ABOUT KUTANG AND TEMPE

Kutang dan tempe adalah dua hal yang sama sekali berbeda. Kutang adalah sebutan masyarakat Indonesia jaman dulu untuk menyebutkan pakaian dalam wanita yang sekarang dikenal sebagai Bra atau BH. Sementara tempe adalah makanan khas Indonesia yang terbuat dari kacang kedelai dan konon hanya bisa ditemui di Indonesia.

Lalu apa hubungannya antara kutang dan tempe selain sama-sama berasal dari Indonesia (saya tidak pernah menyelidiki apakah ada negara lain yang juga menyebutkan Bra dengan sebutan kutang atau ada negara lain yang menyediakan tempe sebagai lauk hariannya)?? Mungkin tidak ada hubungan secara langsung kecuali bahwa semua perempuan Indonesia dewasa yang kemana-mana memakai kutang besar kemungkinan makan tempe juga sebagai lauk dan teman makan nasinya.

Sudah lama sebenarnya saya ingin menuliskan cerita kutang dan tempe ini tapi selalu lupa. Cerita ini saya dapat dari omelan seorang tetangga pria yang saat itu bercerita pada ibu saya tentang istrinya baru saja pulang dari pasar sambil menangis karena merasa dilecehkan oleh seorang penjual kutang.

Saya lupa berapa usia saya waktu itu yang pasti mendengar cerita itu saya tahu bahwa tidak ada unsur pelecehan sama sekali yang dilakukan oleh si penjual kutang yang hingga cerita ini saya tulis belum pernah saya lihat tampangnya seperti apa.

Kembali kemasalahan perkutangan, dalam cerita tetangga saya itu si istri yang sedang berbelanja keperluan sehari-hari seperti sayuran dan lain-lain berjalan melewati penjual kutang yang serta merta menawarkan barang dagangannya dengan penuh semangat sambil melambai-lambaikan kutang-kutang dagangannya pada si ibu yang seingat saya dulu adalah wanita muda (kira-kira seumur saya sekarang) dengan tampilan fisik yang lumayan menarik.

Sambil menandak-nandak menahan marah sang suami menyebutkan... "kutang bu..kutang! Warnanya macam-macam"! katanya menirukan kata-kata si penjual kutang yang sebelumnya dia dengar dari cerita istrinya yang tampaknya masih sangat terpukul akibat insiden kutang di pasar tadi.

Saya ingat ibu saya hanya diam dan sesekali tersenyum menanggapi cerita itu dan tetap tak berkomentar sampai si suami yang terluka harga dirinya itu puas mengeluarkan semua unek-uneknya. Lalu setelah berselang beberapa lama, ibu saya bertanya dengan tenang pada si suami apa kira-kira kata-kata apa yang akan digunakan si suami untuk menawarkan barang dagangannya jika dia adalah si penjual kutang?

Si suami tidak menjawab hanya raut wajahnya yang berubah kemerahan dan memohon izin untuk melihat keadaan istrinya di dalam rumah. Saya tertawa keras saat itu yang dihadiahkan cubitan keras di paha oleh ibu saya yang melotot.

Saya geli, karena orang seumur tetangga saya itu masih belum bisa membedakan mana bentuk pelecehan dan mana yang tidak. Setiap pedagang pasti berusaha menjual barang dagangannya dengan cara apapun. Dan menurut saya sah-sah saja seorang penjual kutang menyebutkan kata "KUTANG" sambil melambai-lambaikan kutang dagangannya karena memang itulah produk yang dia jual.

Tapi akan menjadi sebuah pelecehan apabila si tukang kutang berteriak-teriak "tempe bu...tempe bu" sambil melambai-lambaikan kutang berwarna warni pada ibu-ibu yang lewat.




24 Jul 2009

"BOYS BEFORE FLOWERS' dan "SIAPA TAKUT JATUH CINTA"



Anda pernah dengar atau nonton drama seri METEOR GARDEN (MG) yang sempat bikin heboh sekitar tahun 2001-2002? Demam F4 yang mewabah dengan cepat dan membuat bukan hanya DVD dari serial tersebut tapi juga lagu-lagu yang mereka nyanyikan (dengan kualitas suara yang luar biasa pas-pasan) laris manis diburu penggemar yang kebanyakan adalah kaum hawa belasan tahun.

F4 memang fenomenal! Tidak hanya membuai penonton dengan keberuntungan (atau ketidak beruntungan) seorang gadis miskin bernama Shan Cai yang (kebetulan) ditaksir Dao Ming Si, putra seorang TYCOON yang juga pentolan geng "cowok cantik" tapi juga mengangkat popularitas Jerry Yan dan kawan-kawan yang saat itu belum terkenal hingga menjulang setinggi langit.

Tahun 2009 ini, histeria itu kembali terulang. Drama TV BOYS BEFORE FLOWERS (BBF) yang merupakan versi lain METEOR GARDEN dan tetap mengusung nama F4 yang merupakan kelompok remaja pria kaya dan manja yang tiba-tiba berubah menjadi malaikat pelindung bagi seorang putri seorang tukang laundry yang miskin bernama Geum Jan Di. BBF yang produksi Korea seperti halnya MG yang merupakan produksi Taiwan menangguk sukses tidak hanya di negara aslinya tapi juga diseluruh Asia bahkan dunia, mengalahkan versi aslinya HANA YORI DANGO yang diproduksi di Jepang dan diangkat dari komik berjudul sama. Kim Hyun Joong, si pemeran Jihoo Sunbae, meskipun bukan pemeran utama dalam serial ini (pemeran utamanya bernama Gu Jun Pyo yang diperankan oleh Lee Min Ho yang tampangnya sekilas mirip dengan Jerry Yan si pemeran Dao Ming Si) menjadi tokoh favorit dan mencatatkan namanya sebagai aktor terbaik pemenang award yang tentunya menambah panjang catatan prestasinya yang sebelumnya sudah dikenal sebagai leader dari sebuah boy band paling populer di Korea Selatan saat ini.

Tapi apakah kita semua sadar bahwa sebenarnya Indonesia pun memiliki versi lain dari HANA YORI DANGO atau METEOR GARDEN, atau BOYS BEFORE FLOWERS. Bahkan Indonesia membuat versi serial populer ini jauh sebelum Korea membuat BBF. Tapi berbeda dengan tiga versi lainnya, versi Indonesia yang diberi judul "SIAPA TAKUT JATUH CINTA" ini tidak terlalu populer bahkan di Indonesia sendiri. Versi Jepang serial ini meskipun tidak booming di Asia tapi masih cukup populer di negara asalnya.

Miris sebenarnya melihat kenyataan ini. Padahal, Indra L. Bruggman tidak kalah ganteng dengan tiga pemeran tokoh utama di serial ini, begitu juga Leoni yang menurut saya sangat mirip dengan pemeran Shan Cai pada MG. Entah apa masalahnya? Tapi sebagai orang yang melihat ke-empat versi serial ini plus membaca komiknya juga versi Indonesia memang paling mirip dengan MG yang merupakan versi Taiwan. Sementara BBF yang produksi Korea jauh lebih mirip ke versi aslinya di komik.

Kim Hyun Joong dalam sebuah wawancara bilang bahwa dalam rangka mempelajari perannya di BBF dia sengaja membeli (dan membaca!!) komik Hana Yori Dango yang terdiri dari 37 buku masing-masing sebanyak 2 buah sehingga dia bisa membacanya saat di rumah atau saat bepergian karena merasa perlu untuk mempelajari karakter Rui yang diperankannya mengingat ini adalah pengalaman pertamanya bermain dalam sebuah film.

Pertanyaannya, apakah Steve Emmanuel yang memerankan peran yang sama di versi Indonesia melakukan hal yang sama?? Atau hanya skenario patokan yang dipakai tanpa merasa perlu mempelajari karakter peran melalui referensi lain yang mungkin didapat? Entahlah. Saya sendiri tidak terlalu yakin kalau saat itu Steve Emmanuel yang merupakan 'wajah baru' di layar kaca Indonesia tahu bahwa karakter yang diperankannya berasal dari sebuah karakter komik terkenal yang tercatat sebagai salah satu komik paling laris di Jepang sepanjang masa.

Seandainya dia tahu, mungkin dia akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Kim Hyun Joong sehingga melahirkan dua buah award sebagai aktor terbaik plus seleb Korea paling di banyak dicari di Internet saat ini karena kepopulerannya. Tapi apa mau dikata. Seandainya...seandainya!


14 Mei 2009

MIE AYAM KERAMAT

Jika kita mendengar kata-kata KERAMAT, seringkali di benak kita timbul gambar-gambar yang berhubungan dengan hal-hal yang berbau mistis dan berkesan horor. Bukan sepenuhnya salah kita sebetulnya, karena sejak masih anak-anak kita dijejali dengan berbagai bentuk doktrin yang menyebabkan kita selalu mengasosiasikan kata keramat dengan berbagai hal yang bisa membuat bulu kuduk kita meremang.

Hal itu juga yang ada dibenak saya saat mendapati sebuah penjual mie ayam yang mengembel-embeli gerobaknya dengan kata-kata keramat. "MIE AYAM KERAMAT" begitu judul yang tertera pada gerobak mie berwarna kecoklatan yang mangkal disatu sudut jalan didaerah Joglo, Jakarta Barat. Konon kabarnya, berdasarkan informasi yang bisa saya kumpulkan dari teman-teman saya yang sudah mencoba, gerobak mie ayam tersebut terletak persis di pintu masuk kuburan yang tidak jauh dari lokasi sekolah saya di bawah pohon beringin yang kata orang-orang sekitarnya sudah ada dari jaman Belanda.

Menurut cerita juga, si pedagang sendiri tidak kalah antik dan menambah kesan horor-nya jadi lebih kental. Pasalnya, laki-laki paruh baya dengan tampang 'seram' itu tidak pernah bicara dan selalu melayani para pembelinya dengan diam. Begitu pun istrinya yang hanya menjawab seperlunya saat para pembeli hendak membayar makanan mereka. Pokoknya horor deh!

Rasa penasaran membuat saya datang dan memberanikan diri mendatangi gerobak mie ayam itu dan menyaksikan sendiri apa yang dilihat teman-teman saya sebelumnya. Apa yang saya saksikan persis seperti apa yang digambarkan orang-orang. Si penjual yang merupakan lelaki paruh baya berusia sekitar empat puluhan dan istrinya yang berusia kurang lebih sama, melayani pesanan saya dengan diam dan raut wajah kaku tanpa ekspresi.  Rambut keriting panjangnya diikat sembarangan kebelakang dengan sebuah blangkon bertengger diatas kepalanya. Wajah tanpa senyum itu kian bertambah seram dengan hadirnya kumis 'mbaplang' ala pak Raden pada serial si Unyil yang biasa saya tonton waktu SD. Secara keseluruhan penampilannya mirip dukun dalam film-film tante Suzanna dimasa jayanya dulu.

Meskipun bukan penggemar mie ayam dan dalam keadaan yang tidak terlalu lapar saat itu, saya tetap harus mengakui bahwa mie ayam keramat itu memang luar biasa enak. Mie-nya pulen dan daging ayamnya gurih ditambah pangsit rebus enak yang membuat lidah bergoyang. Sampai suapan terakhir dan tiba saatnya membayar tetap perlakuan kaku yang saya terima dari pasangan penjual mie itu dan menambah kesan angker yang selama ini sudah melekat pada mereka.

Minggu lalu, seusai menghadiri khitanan anak teman smp saya, sekitar dua puluh tahun setelah kunjungan saya ke mie ayam keramat dulu. Saya mengajak suami untuk mencoba lagi mie ayam yang dulu tersohor karena keangkerannya itu. Ternyata gerobak itu sudah tidak ada lagi meskipun pohon beringin tua masih berdiri kokoh di tempatnya. Sambil menikmati teh botol dingin saya sambil lalu saya bertanya pada penjual teh botol yang berbodi mirip Tina Toon 10 tahun yang lalu.

Menurutnya, Pak Keramat sudah lama meninggal dan istrinya pulang kampung tidak lama sesudahnya. Mereka berdua tidak memiliki keturunan jadi tidak ada penerus kerajaan bisnis mie ayam itu. Butuh dua puluh tahun buat saya untuk tahu bahwa nama KERAMAT yang selama ini melekat dan memberikan kesan angker itu adalah nama si penjual yang selama ini selalu melayani pembelinya dengan diam.

Butuh duapuluh tahun bagi saya untuk tahu kenyataan itu dan saya tidak yakin teman-teman saya juga tahu itu. Dan fakta penting lainnya selain nama KERAMAT yang ternyata adalah nama si penjual mie, ternyata pak keramat yang tidak pernah bicara saat melayani pembelinya itu memang tidak bisa bicara alias bisu.




OPERA METROMINI

Jaman dulu saya ingat ada Film yang judulnya OPERA JAKARTA yang dibintangi oleh Sorayya Perrucha dan Ray Sahetapy kayaknya kalau saya nggak salah ingat. Yang dalam kacamata saya sebagai anak-anak sih nggak terlalu ok. Yah karena nggak banyak film Indonesia jaman itu selain film horror-nya tante Suzanna jadi yah saya ikut-ikut aja nonton film itu.

Tapi pengalaman saya hari ini nggak ada hubungannya dengan film itu sih. Tapi paling tidak sebagai warga Jakarta saya mengalami salah satu episode yang setiap hari dijalani oleh setiap orang yang tinggal di kota yang penuh sesak ini apalagi yang tidak punya mobil pribadi. Terpaksa deh menggantungkan diri dengan benda besar yang dilengkapi dengan banyak jendela bernama BUS.

Jakarta sendiri memiliki berbagai macam bus kota dengan berbagai ukuran sebagai penghubung transportasi antar wilayahnya yang membuat kondisi lalulintasnya yang sudah padat menjadi semakin semrawut. Tak heran jarak yang dekat di Jakarta harus ditempuh selama berjam-jam hampir sama dengan menyetir ke daerah purwakarta yang saya lakoni 2 kali seminggu.

Yah memang nasib harus naik metromini hari ini. Bus umum berwarna orange dengan no tujuan dari karton spotlight merah menyala di kaca depan. Dengan barisan kursi keras yang juga berwarna orange (kadang-kadang biru) sebenarnya bukan transportasi yang buruk juga mengingat orang hanya perlu membayar Rp. 2000, harga yang murah untuk jarak tempuh yang lumayan jauh. Tapi dengan biaya yang murah ini juga banyak pemakluman yang harus anda buat apabila anda naik sarana transportasi yang satu ini. Pasalnya supir metromini biasanya punya aturan lalulintas sendiri dan menentukan sendiri kapan dia mau berhenti tak perduli rambu-rambu lalu lintas yang ada.

Saya terpaksa harus menunggu metromini yang saya tumpangi berhenti selama hampir 15 menit untuk jarak tempuh yang sebenarnya kurang dari 15 menit. Di temani nyanyian dari 4 pengamen yang datang silih berganti dan masing-masing menyanyikan 2 buah lagu (3 diantaranya menyanyikan lagu dari kelompok musik kuburan) merupakan sebuah hal yang begitu menyiksa. Ketik akhirnya si supir bersedia beranjak dari tempat ngetemnya, tiba-tiba sebuah metromini dengan jurusan yang sama muncul dan membuat supir metromini saya kebakaran jenggot dan menginjak gas sedalam-dalamnya. Walhasil, jarak yang semestinya ditempuh selama sekitar 12 menit bisa dicapai dalam waktu sekitar 5 menit saja.

Phuff.....dari kebosanan akibat menunggu berubah menjadi sebuah ketegangan yang membuat jantung saya hampir copot. Saya mengucap syukur ketika dengan selamat saya menjejakkan kaki saya di tanah. Ah....jikalau saya adalah seorang sutradara sekelas Sjuman Djaya yang dulu sukses membuat film OPERA JAKARTA mungkin saya akan membuat film tandingan dari film legendaris tersebut yakni OPERA METRO(MINI) yang bintang utamanya adalah saya sendiri.

1 Mei 2009

SUDIRMAN VS SUDARMIN


Laki-laki yang dianggap paling romantis sedunia (baca:shakespeare) pernah membuat sebuah kutipan populer yang berbunyi apalah artinya sebuah nama. Ada yang menganggap kutipan itu benar tapi untuk sebagian besar masyarakat Indonesia nama adalah sebuah hal yang sangat penting yang bisa mewakili banyak aspek dalam hidup seperti rezeki, pengharapan, juga masa depan.

Lalu bagaimana dengan Sudirman dan Sudarmin? Dua nama itu merupakan typical names buat laki-laki dewasa yang berasal dari Pulau Jawa, mengesankan wibawa dan juga kharisma yang tinggi. Namun pada era millenium sekarang Sudirman dan Sudarmin tidak terlalu banyak lagi dipakai oleh banyak orangtua untuk nama anak-anaknya. Sudirman dan Sudarmin dan juga nama-nama sejenis tergusur oleh penggunaan nama yang diambil dari Alquran atau Alkitab tergantung kepercayaan yang dianut orangtua si anak seperti Raffli, Farhan, Yasmin, Anissa, Yosephine, Nathaniel, dan Gabriel.

Sebuah Talk Show pemenang Panasonic Award baru-baru ini pernah mengeluarkan statement melalui salah seorang co-host-nya yang mungkin menurut saya sedikit 'lebay'. Pada saat kuis interaktif dan salah seorang penelpon menyebut namanya yang memang sedikit berbau kedaerahan, si co-host cantik nan seksi dengan spontan nyeletuk "kok masih ada sih nama kayak begini??". Untung si empunya nama adalah jenis orang yang sabar dan tidak gampang tersinggung (soalnya dapat Rp. 750.000, sih!!!) karena jika dia itu adalah saya, saya akan balik nyeletuk dan bilang "biarin nama situ juga mirip sama merk motor suami saya".

Tapi di era yang modern seperti sekarang ini, dimana nama-nama asli Indonesia yang datang dari berbagai suku di seluruh Nusantara mulai tergusur dengan nama-nama modern namun beberapa nama seperti Sudirman, Thamrin, Suyoto, Soetomo, Gatot Subroto dan lain-lain masih tetap eksis. Buktinya nama-nama seperti itulah yang diabadikan sebagai nama-nama Jalan Protokol dan bangunan-bangunan penting seperti rumah sakit. Seumur-umur saya belum pernah tuh dengar ada jalan VEGA ataupun rumah sakit dengan nama yang sama. Yah paling-paling merk motor itu tadi.

Tetapi tanpa bermaksud untuk merendahkan para pria bernama Sudarmin, sampai saat ini Sudirman masih menempati posisi kepopuleran lebih tinggi dengan diabadikannya Sudirman menjadi salah satu jalan protokol di Jakarta yang ditempati gedung-gedung perkantoran mewah dan pusat belanja modern. Pokoknya bangga deh kalau punya kantor disana dan melewatkan hari untuk nongkrong di salah satu mall elit yang ada di jalan itu.

Namun saya menemukan bahwa Sudarmin pun tidak kalah populer dengan Sudirman. Ada seorang teman expatriate asal Australia di Jakarta bertanya tentang sebuah gedung perkantoran di jalan Sudarmin sehari sebelum dia meeting bersama dengan sebuah produsen keju terkenal. Supirnya yang bernama Supardi yang notabene orang Indonesia tulen dan berprofesi sebagai Supir Pribadi di Jakarta bertahun-tahun kebingungan karena tidak menemukan Jl. Sudarmin di peta yang ada di mobil majikannya itu. Setelah bingung sesaat saya menemukan bahwa jalan yang dimaksud adalah Jalan Sudirman. Tapi bagi Greg, teman saya itu sampai masa tugasnya di Jakarta selesai jalan Sudirman tetaplah jalan Sudarmin dan akan dikenangnya dan akan terus tercatat dalam riwayat pekerjaannya karena dengan perusahaan keju di jalan Sudarmin dia memenangkan proyek kerja dengan nilai yang fantansis.

27 Apr 2009

JK Oh JK


5 tahun terakhir Inisial SBY-JK bisa jadi adalah initial paling populer di negeri ini. Semua orang tak perduli apapun latar belakangnya pasti tahu siapa orang dibalik initial nama tersebut.
Intinya, SBY-JK adalah sebuah ikon dengan tingkat popularitas sangat tinggi dan hanya bisa di saingi oleh ikon populer lainnya seperti BCL alias BUNGA CITRA LESTARI!!!

Tapi apakah SBY-JK benar-benar populer? saya yakin begitu sampai pada suatu hari anak bungsu saya yang saat itu belum genap 7 tahun bertanya pada saya dengan ekspresi mengantuk, maklum dia sudah sempat tertidur selama beberapa jam sebelum terbangun dan teringat pertanyaan yang tampaknya sudah mengganggu pikirannya selama beberapa waktu.

Sambil menggaruk-garuk kepalanya seperti yang biasa dilakukan anak-anak saat mengantuk si kecil mendekati saya dan suami yang saat itu sedang menonton televisi dan bertanya "Mi, JK itu APAAN sih?" saya yang belum terlalu mengerti arah pertanyaan itu bertanya balik dengan menekankan apa JK yang dimaksud supaya tidak salah memberi jawaban. Si kecil menjawab dengan nada kesal sambil mengkerucutkan bibirnya yang mungil "Itu tuh mi.....JK yang temannya SBY!!".

Sambil menahan tawa saya menjawab bahwa JK yang dimaksud adalah Jusuf Kalla yang dibalas dengan cepat oleh sikecil dengan kata-kata "Jusuf Kalla yang wakil presiden itu?" yang saya ingat saya jawab dengan anggukan. Si kecil kembali menggaruk kepalanya dan berbalik pergi sambil berucap "Kalo yang itu sih Dede kenal. Pake JK...JK segala!". Setelah mengetahui fakta siapa orang dibalik JK si kecil pun kembali ke kamarnya dan tidur dengan wajah puas.

Saya tidak tahu apa saya harus kasihan pada JK atau orang yang mengangkat ide untuk menginisialisasi namanya. Karena ternyata, kepopuleran JK belum menyentuh semua lapisan. Mungkin JK harus bersyukur diberi nama sebagus Jusuf Kalla oleh orantuanya karena sepopuler apapun singkatan namanya.....dia tetap Jusuf Kalla yang diingat orang-orang. Lagi pula kasihan juga orangtuanya udah selamatan pakai bubur merah putih kok diganti-ganti.